list icon

Sebelumnya terima kasih untuk yang kedua, sudah like post saya. Saya jadi terpanggil buat bercerita sedikit tentang seorang ; pelajar SMA, yang saya temui tanpa sengaja di tahun 2010 di angkot yang lewat dibelakang Mesjid Pusdai. Namanya, Rafi Pratista, Dia adalah kamu 8 atau 9 tahun yang lalu, saya tahu dari badge nama tersemat di dada kiri. Nama yang tidak sama sekali berubah, hingga detik ini saya yakin. Di sebuah pagi yang biasa, dikawasan Surapati, saya ingat tahun-tahun itu begitu berat bagi saya sebagai karyawan baru. Harus bekerja dari kemarin sore sampai sehabis subuh, lalu pulang paginya membawa harapan sederhana, bisa cepat pulang. Naik angkot dengan bertemu banyak orang yang tidak saya kenal, sampai suatu ketika saya bertemu dengan kamu, si anak SMA pergi ke sekolah dengan seragam rapi, duduk diam tanpa suara seperti orang-orang diangkot pada umumnya. Dari situ saya bertekad untuk mengingat sebuah nama. Sedikit keisengan dan rasa penasaran mengantar saya pada kolom pencarian di facebook, mengetik nama, menemukan dan meminta pertemanan. Ini akan menjadi persetujuan pertemanan yang biasa. Hanya sebuah ucapan terima kasih yang pertama, 11 November 2010 yg berlalu tanpa balasan, sangat dimaklumi bagi siapapun yang baru tahu nama satu sama lain di jejaring sosial, bahwa tidak akan banyak obrolan keluar dari keduanya, kadang tidak sama sekali bagi sesama laki-laki, kecuali pada saat ini saya akan bercerita panjang, mungkin ini akan sedikit keluar dari beberapa ke-biasa-biasa-an. Saya bahagia dengan momen ketidaksengajaan seperti ini, hal kecil yang ajaib, melewati delapan tahun sangat cepat tanpa saling mengenal, kecuali mungkin sudah familiar dengan nama saya dan beberapa "apa yang anda pikirkan" yang tidak sengaja terbaca, selebihnya tentang apa yg tidak dan belum kita tahu satu sama lain. Dan, cukup menarik saja ketika saya mengingat lagi "segala-bukan- kebetulan- ini", dan saya ingin bercerita, sekaligus mengingat. Cisarua, Bandung Barat 2011. Siapakah diantara kita yang tak pernah merasakan dingin. Selalu ada hal yang siapapun ceritakan disini. Tempat yang bagi sebagian penghuninya berarti ketenangan dan dingin. Sepertihalnya pagi yang sangat kita kenal, bersama fajar berikut mentari, bersama udara yang masih membuat kita menggigil dan bernafas, bersama mimpi yang tak pernah kita tahu awal akhirnya, serta testimoni singkat dari alam bawah sadar"dirimu" seraya berkata "bisakah ulur waktu sebentar? lima atau sepuluh menit? (sedangkan jam menunjukkan pukul 04.00). Karena seperti yang kita tahu, kantuk dan selimut tebal adalah kombinasi yang cocok untuk semua suhu dipagi hari, sedangkan terjaga dan dingin akan membawa dirimu pada sensasi lain (dibaca : amat dingin) sebelum jingga mungkin sampai surya tiba. Akan tetapi, dirimu yang lain bersikeras agar bisa terjaga, membangunkan mata dan memastikan pukul berapa. Sedangkan dirimu yang meminta tenggang waktu itu sedikit mengeluarkan unek-unek jitu lainnya guna mempengaruhi dirimu yang masih terkulai lemas tak berdaya yang tengah asyik bercengkrama dengan bantal guling yang ada. Sepertinya "dia" sukses bersekongkol dengan dua bola matamu yang terpejam lucu lengkap dengan aksesori dari bahan cair yang telah lama garing. 04.10 WIB. Setelah menikmati masa tenggang, sampailah dirimu pada pikiran prihal sebuah tempat yang harus dirimu ketahui dan kunjungi. Tempat asing yang segera menemuimu dengan bentuk dan sifat yang kau tak tahu seperti apa, termasuk suhu dan jalan menuju kesana. Sehingga akhirnya bangkitlah dirimu yang setengah sadar itu menuju kekejaman air dingin yang akan membuatmu lebih terjaga, menghilangkan segala aksesori garing dimata, sampai membuatmu beku untuk sementara. Setelah siap dengan segala macam perlengkapan, aku bersiap untuk menembus setengah gelap jalanan kota menuju rute dari 'tempat yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya'. Aku masih bersama siluet dan sinar serta traffic light di perempatan satu-satunya sebelum menuju jalan utama menuju Cisarua. Jalanan yang dari awal harus kita maklumi karena strukturnya yang jauh dari rata. Terbiasalah oleh pohon-pohon disisi kiri dan kanan yang tak hanya mencipta oksigen tapi juga menghindarkan kita jauh dari cahaya. Inilah jalan sebenarnya menuju tempat peristirahatan sementara aku nanti, jalan menanjak dengan sudut kemiringan bermacam-macam, disetiap sisinya mendominasi perumahan warga, tempat wisata, kuburan Kristen sampai China, jurang berikut kengeriannya juga tersaji lengkap disana. Tinggal pilih saja, tetap berkonsentrasi hingga sampai ketujuan (atau) terlalu terpesona oleh sejuk permai pemandangan alam lalu berakhir di dasar jurang. Angin adalah aspek utama yang membawa kita pada setengah hipotermia. Sehingga tak ada daya bagi setiap lapis tebal baju yang kita pakai untuk menahannya. Angin akan masuk dari setiap sela menuju tubuh, melewati lapisan kulit menuju tulang. Begitu juga dingin, menyegera mendekapmu dan menghapus ingatanmu dari hangat dan kantuk. Dengan begitu, matamu yang setengah sipit itu sontak terbuka lebar, mencari cahaya juga objek yang tak kau kenal. Termasuk himpunan tower raksasa yang masih tertutup kabut sisa sepertiga malam. Setelah beberapa jam melewati jalanan Cisarua, sampailah kita di gerbang pertama memasuki komplek stasiun relay Panyandaan, 6 Januari 2011 pukul 16.00 Tempat yang akan menjadi transit, dimana aku akan sementara bekerja karena kantor stasiun tv lokal di Bandung akan berpindah dari Surapati ke Setrasari. Beberapa hari, mungkin satu bulan, berkutat dengan komputer playbox, mixer, traffic commbreak dan teman-temannya, jangan pula lupakan kabut dan dingin. Rasa lapar dan bosan menghantam keras hingga diperjalanan pulang, aku selalu memandang jurang, dengan sadar dan tanpa sadar. Dan aku akan selalu melewati Pratista. Pergi atau pulangnya. Sebuah tempat atau juga sebuah nama. Aku melihat papan nama tempat, mengingatkan aku pada nama belakang seseorang. Beberapa hari atau bulan yang lalu, aku lupa. Entah apa yang ada di dalamnya, entah apa pula tempat yang dinamai Pratista. Belakangan aku tahu itu adalah tempat berdoa umat Khatolik, Retret, beberapa menyebutnya tempat terbaik untuk menenangkan diri dan pikiran. Teduh. Asri. Dingin.

Apakah aku hampir tidak mengenali diriku, beberapa malam aku habiskan dengan menginap disana, sebuah tempat tidur tersedia meski nyenyak tidak selalu aku dapat darinya. Kamar mandi dan air sedingin es nya yang tidak akan pernah aku lupa. Kabut, sering datang sewaktu sore, seperti membawa aku ke alam yang lain. Apakah ini awan yang sengaja didatangkan untukku. Tapi ini adalah tempat yang jarang orang datangi, mungkin hanya ada 2 atau 3 mungkin 4 seingatku dalam satu shift. Datang kesini bukan dalam rangka bekerja adalah pilihan terbaik berlibur, hal-hal semacam api unggun, bakar jagung atau mandi air hangat sangat memungkinkan disana. Tugas pengendali siar maupun transmisi disana bukannya terlalu sulit tapi kita kadang harus melawan diri sendiri dari rasa sepi dan kantuk. Ada beberapa pekerjaan yang memerlukan ketepatan waktu yang ekstra, konsekuensi jika tidak terjaga atau lalai adalah kesalahan, mungkin bisa yang fatal. Aku selalu ingin cepat pulang. Setelah aku tidak lagi disana, aku mulai mengabaikan segala macam tentang jurang, tentang dingin, tentang apapun yang membuatku tidak tenang.

2019 ini, tentang pertemuan diangkot, tentang ingatan pangkat dua ku tentang Pratista, pemancar-pemancar menjulang tinggi, rangkuman cerita ini yang memanggilku untuk ingin pergi, ketempat yang tidak biasa yang biasa namun sekarang akan luar biasa jika aku menginjakkan kaki pada tanahnya lagi, bukan mengingat lagi segalanya, tapi datang “padanya” dengan damai, aku ingin berdamai. Terimakasih yang ketiga, karena sudah mau membaca ini, hhe. Best regards

mar 25 2019 ∞
mar 25 2019 +